KOTA KUPANG, FaktahukumNTT.com – 2 Agustus 2023
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) merespons peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Klas II NTT terkait potensi resiko kekeringan dan kebakaran hutan, dengan melakukan langkah antisipatif pencegahan yaitu dengan melindungi kawasan konservasi. Tindakan melindungi itu yakni: pertama, membentuk Masyarakat Peduli Api. Kedua, yaitu membentuk masyarakat mitra Polhut (Polisi Kehutanan).
Demikian disampaikan Kepala Balai Besar (Kababes) KSDA NTT, Arief Mahmud ketika ditemui dan dikonfirmasi wartawan tim media ini di Kupang pada Rabu (02/08/2023), terkait peringatan BMKG Stasiun Klimatologi Klas II NTT tentang dampak kemarau dan potensi kebakaran hutan di wilayah NTT ditahun 2023 ini.
“Melindungi kawasan konservasi itu ada dua yang kita bentuk yakni Masyarakat Peduli Api. Itu yang khusus bagaimana untuk mengendalikan kebakaran. Dan tidak hanya mengendalikan kebakaran, namun kita juga sosialisasi kepada masyarakat jangan membakar,” jelas Arief Mahmud.
Menurut Kababes Arief Mahmud, dengan keterlibatan unsur masyarakat dalam perlindungan akwasan konservasi, mereka akan terus mengkomunikasikan ke sesama warga masyarakat lain di sekitar Kawasan konservasi, untuk mencegah dan mengendalikan pontensi resiko kebakaran hutan.
“Karena kami tidak berada di lokasi setiap harinya. Dan biasanya di lokasi yang rawan kebakaran itu, kami bentuk kelompok-kelompok seperti itu, dan kita ajak mereka turut serta dalam patroli dan juga sosialisasi,” ungkap Arief.
Selain itu, lanjut Arief Mahmud, BBKSDA NTT juga memberdayakan Masyarakat Mitra Polhut, untuk terlibat atau berpartisipasi dalam melindungi dan mencegah kawasan konservasi dari ancaman kebakaran. “Ini merupakan salah satu antisipasi kami secara nyata dilapangan,” tandas Arief.
Terkait dengan Upaya perlindungan kawasan konservasi dari potensi resikor kekeringan, Arief Mahmud menjelaskan, pihaknya juga melengkapi para personilnya (Kepala Resort, red) dengan fasilitas-fasilitas pendukung seperti motor trail, pemadam kebakaran, dan genset penyiram.
“Walaupun belum maksimal, namun kami telah berupaya seperti Kepala Resort kita siapkan kendaraan operasional motor trail. Dan kami juga melengkapi fasilitas dengan pemadam kebakaran, seperti mesin genset untuk menyiram. Akan tetapi itu pun tidak efektif, karena kebakaran itu terjadi di musim kemarau. Dan itu agak susah, karena air untuk minum saja sudah susah (sulit), bagaimana untuk memadamkan kebakaran?” ujarnya.
Namun, jelas Arief lebih lanjut, pihaknya tidak terlalu khwartir, karena kebakaran di wilayah NTT hanya kebanyakan rumput saja. Dan biasanya durasi kebakaran berlangsung singkat, tidak sampai satu hari sudah padam, karena bahan baku (rumput, red) telah habis terbakar seketika. Wilayah NTT memang paling banyak memiliki titik panas (hot spot) dan luas lokasi kebakaran terbanyak. Namun, dampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan seperti daerah lain yang merambat sampai Luar Negeri.
“Akan tetapi, kami selalu melakukan pemantauan lewat aplikasi SiPongi (sebuah aplikasi Sistem Informasi Peringatan dan Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Web. red) dan ketika kita mengetahui bahwa ada terjadi kebakaran, kita langsung turun ke lapangan. Dan ketika kalau terjadi kebakaran, petugas juga akan mengukur luas lahan kebakaran tersebut, karena kita memiliki petugas lapangan yang selalu ada di lapangan,” jelasnya.Catatan:
Dilansir dari https://indonesia.go.id/layanan/kependudukan/sosial/sipongi-klhk?lang=1. Aplikasi SiPongi berbasis data bernama satelit NOAA dan Tera serta dibantu cahaya matahari. Cara kerjanya adalah dengan menangkap suhu dan luasan titik api lalu disampaikan ke pusat informasi dan ditampilkan ke web.
SiPongi bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dengan lebih cepat sehingga bencana tersebut dapat dikurangi. Ini membantu pemerintah mengurangi titik api yang berpotensi menyumbang karbon. Sebagai catatan, Indonesia masuk ke dalam daftar 10 negara penghasil karbon terbesar di dunia. Kebakaran hutan menjadi salah satu penyebab utama tingginya karbon tersebut.
SiPongi memiliki dua tampilan yang bisa dibuka masyarakat maupun khusus pihak internal KLHK dengan unit-unit terkait dalam permasalahan kebakaran hutan.
Aplikasi ini didukung fasilitas call center dengan nomor +6281310035000 dan SMS Center pada nomor +6281297185000 untuk pengaduan titik api baru. Sistem aplikasi ini juga dapat dipantau melalui Twitter di @hotspotsipongi. (Fh/tim)
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.